#Conference Paper: Pengelompokan Afiks Pembentuk Verba Berdasarkan Kelas Frekuensi: Studi Kasus untuk Kamus Pemelajar Bahasa Indonesia

Conference Paper

Summary: Pengelompokan Afiks Pembentuk Verba Berdasarkan Kelas Frekuensi: Studi Kasus untuk Kamus Pemelajar Bahasa Indonesia


1. Pendahuluan

Menurut Dixon (2005: 10) verba adalah kelas kata yang merujuk pada suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukakan oleh partisipan. Dixon juga menyatakan bahwa kelas kata ini merupakan pusat makna dalam suatu klausa atau kalimat. Pada kalimat baku, verba biasanya berinfleksi atau mendapatkan penambahan imbuhan (afiks). Penggunaan afiks menjadi salah satu ciri khas dalam bahasa Indonesia.

Dalam penilitian ini tingkat produktifitas pada proses afiksasi ditunjukkan melalui tingkat frekuensi kemunculan penggunaan afiks yang satu dengan lainnya. Untuk tujuan pembelajaran dan pembuatan kamus pemelajar, diperlukan pengelompokan kelas afiks mulai dari yang paling sering digunakan hingga yang paling jarang digunakan. Hal ini akan membantu pemelajar untuk dapat fokus belajar afiks yang paling sering muncul.

2. Kerangka Teori

Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks (Kridalaksana, 2007: 28). Afiks pembentuk verba menurut Kridalaksana (2007: 37) dapat diklasifikasikan dalam 4 kelas afiks yaitu prefiks, konfiks, sufiks, dan kombinasi afiks.
  • Prefiks: Afiks yang diletakkan dimuka kata dasar (me-, ber-, per-, ter-, ke-, dan di-).
  • Sufiks: Afiks yang berada pada akhir kata dasar (–i dan –kan).
  • Konfiks: Afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka dan satu di  belakang kata dasar (ber-an, dan ke-an).
  • Kombinasi afiks: Kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan  dasar (ber-kan, di--i, di--kan, me—i, me—kan, memper—i, memper—kan,  per—i, per—kan, ter—i, dan ter—kan).
3. Metode Penelitian

Menurut Sudjana dalam Shinta Margareta (2013: 40) deskriptif kuantitatif merupakan metode untuk mendeskripsikan keadaan suatu objek atau variabel dimana bilangan menjadi bagian dari pengukuran. 

Data didapat dari kamus frekuensi bahasa Indonesia (Kwary, Goldhahn, & Quasthoff, 2015) yang disusun dari korpus bahasa indonesia di universitas leipzig.

Teknik pengumpulan data: memilih 1.000 kata berdasarkan frekuensinya dan mengidentifikasi kata yang memiliki afiks pembentuk verba

Teknik analisis data: mengelompokkan afiks pembentuk verba ke dalam kelas afiks dan menghitung jumlah frekuensi kekerapan tiap kelas afiks.

4. Analisis Penelitian

4.1 Prefiks
Dari 1000 kata yang memiliki frekuensi tertinggi, didapatkan sebanyak 87 kata yang memiliki prefiks. Kata tersebut terdiri dari bentuk prefiks me- sebanyak 39 kata, bentuk prefiks ber- sebanyak 24 kata, bentuk prefiks di- sebanyak 14 kata, dan bentuk prefiks ter- sebanyak 10 kata. Namun, tidak ditemukan frekuensi penggunaan bentuk prefiks ke- dan ter-.

4.2 Sufiks
Dari hasil analisis data tidak terdapat kata-kata yang mengandung sufiks dalam 1000 kata kamus frekuensi. Bentuk sufiks terdiri dari akhiran –i dan –kan. 
Sehingga, penggunakan sufiks –i dan –kan tidak lazim disertakan sebagai sub-entri dalam kamus pemelajar bahasa Indonesia.

4.3 Konfiks
Konfiks dalam bahasa Indonesia terdiri dari ber-an dan ke-an. Namun, tidak ditemukan kata yang mengandung konfiks dalam kamus frekuensi.
Konfiks ber-an mempunyai fungsi sebagai resiprokal (timbal balik) misalnya kata “berbalasan.” Berdasarkan frekuensinya, bentuk afiks ini tidak harus disertakan dalam kamus pemelajar. 

4.4 Kombinasi Afiks
Hasil analisa afiksasi pada kamus frekuensi bahasa Indonesia menunjukkan jumlah kombinasi afiks sebanyak 56 kata.
Frekuensi tertinggi meliputi: me-kan (30 kata), di-kan (13 kata), me-i (10 kata). Tingkat frekuensi selanjutnya meliputi: ber-kan (1 kata), dan di—i (1 kata). Frekuensi terendah terdiri dari memper—i, memper—kan, per—i, per—kan, ter—i, dan ter—kan yang masing-masing tidak mempunyai kekerapan kata dalam 1000 kata teratas pada kamus frekuensi bahasa Indonesia.

Tabel 1: Hasil penggunaan afiks dalam bahasa Indonesia yang ditemukan pada Kamus Frekuensi Bahasa Indonesia (Kwary, Goldhahn, & Quasthoff, 2015)

5. Kesimpulan

Berdasarkan pertimbangan frekuensi tertinggi dan kepentingan penggunaan tiap afiks dalam berbahasa Indonesia, afiks-afiks seperti me-, me-kan, me-i, ber-, ter-, dan afiks ber-kan perlu dimasukkan ke dalam entri kamus pemelajar bahasa Indonesia. Penggunaan afiks dengan fungsi verba pasif tidak dimasukkan ke dalam entri kamus pemelajar. Meskipun frekuensi penggunaan verba pasif ini lebih banyak, namun kita tidak perlu untuk menambahkan afiks jenis ini di dalam kamus bahasa. Informasi ini dapat diberikan pada bagian Appendix yang dapat memberikan informasi kepada pemelajar bahasa Indonesia  terkait penggunaan afiks dengan fungsi verba pasif.  

Note:
The summary is made to help readers understand the results of research articles and the current trends in the related fields. 



Bagaimana untuk merujuk artikel ini: 

Fallianda & Nafiah, H. (2016). “Pengelompokan Afiks Pembentuk Verba Berdasarkan Kelas Frekuensi: Studi Kasus untuk Kamus Pemelajar Bahasa Indonesia.” Dalam Prosiding Seminar Leksikografi. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.  

Komentar